aku menulis ini sebagai ceritaku hari ini. sore tadi dari sebuah ruang yang menyamankan aku selama ini, ku sibak sedikit gorden jendelanya. cahaya menyilaukan mata dan akhirnya memaksaku mengerjapkan mata sejenak. aku hanya bisa duduk termangu memandang keluar, sekitar yang ada. hanya ada pagar disana. sejujurnya aku meminta hujan, tapi lagit terlalu biru. harusnya hari ini aku menghadiri momen penting beberapa sahabatku, harusnya hari ini aku tidak membulirkan air mata. kenapa hari ini aku tidak berusaha jadi orang lain saja dengan sedikit senyum? sebaliknya aku menetap diruang gelap ini, berbaring dan tak ingin melakukan apapun.
keinginanku bukan untuk menyakiti diri sendiri, sakit ini karena kamu sehingga dikatakan menyakitkan, kataku tak bisa lagi kususun dengan baik untuk menceritakanmu. sesuatu yang selalu menonjol dalam pikianku adalah kenegatifanmu. radar positif tentangmu tidak lagi ada, hilang....!!! dan ketika ku pikirkan kenegatifan yang nyata itu seketika membuat mood lenyap, yang disusul rasa tidak semangat. aku kembalikan sadarku, sepertinya aku terpilih menjadi yang disakiti karena memang pantas.
aku selalu berceloten tentang cerita usang (sakit hati) yang mungkin sebagian orang akan mencelanya. selalu merasa seperti orang yang ada ditempat salah, dalam kondisi yang salah. anehnya kenapa ini semua betah bersamaku. aku masih saja membuang nafas disini, tempat yang dihuni oleh marah yang saling melempar salah. semua ini tak dapat lagi diartikan, karena ini sudah membiasakanku.
hanya terduduk dan menatap layar ponsel, pesan singkatmu itu.......tak ingin saling menyakiti terlalu lama, sepertinya kamu telah mantap untuk sebuah kata yang hanya tinggal menanti waktu tepat untuk diucapkan. seperti tersayat sembilu, perasaan semakin memburuk. semakin aku berpikir tetang hal itu semakin ingin menenggelamkan tubuh ini kedalam perut bumi. aku akan menunggu untuk kata itu kau bisikkan, jika tak mampu bersuara seperti biasanya. bisikkan sebelum aku bersedih, dan menangis. tega lah kepadaku, ke tegaan itu akan menjadi akhir, yang mungkin aku lebih sakit atau mungkin akan merasa jauh lebih baik.
dan ketika kenyataan menghanyutkanku pada lebih sakit, aku hanya tinggal diam, berjalan, hingga berlari menjauhi keramaian, lalu menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar